
Apa yang Anda makan mungkin memengaruhi saat Anda pergi tidur, menurut sebuah studi baru terhadap atlet perguruan tinggi wanita elit. Para peneliti akan mempresentasikan karya mereka minggu ini di American Physiology Summit, pertemuan tahunan utama American Physiological Society (APS), di Long Beach, California.
Studi mengungkapkan bahwa atlet yang mengonsumsi lebih banyak karbohidrat dan vitamin B12 dan C cenderung tidur lebih awal dan bangun lebih awal daripada mereka yang mengonsumsi lebih sedikit nutrisi tersebut. Menurut para peneliti, nutrisi ini dapat meningkatkan sintesis hormon vital yang mengatur tidur, termasuk serotonin dan melatonin. “Untuk atlet, kesuksesan diukur tidak hanya dengan kesiapan untuk tampil tetapi juga ketahanan di dalam dan di luar lapangan,” kata penulis pertama studi tersebut Lauren Rentz, seorang mahasiswa doktoral di West Virginia University. “Kita tahu bahwa tidur membantu tubuh menyembuhkan diri dari stres fisik dan mental sehari-hari dan memengaruhi kinerja fisik dan mental di masa depan. Hubungan antara tidur dan asupan nutrisi belum diteliti secara menyeluruh pada atlet berperforma tinggi, yang secara konsisten mengalami stres dalam jumlah besar. .”
Untuk penelitian tersebut, para peneliti mengevaluasi pola tidur dan nutrisi dari 23 pemain sepak bola perguruan tinggi wanita. Para atlet mengenakan cincin pintar yang memantau tidur mereka selama 31 malam berturut-turut selama musim kompetisi. Selama tiga hari terakhir evaluasi, atlet mencatat asupan makanan mereka.
Analisis mengungkapkan hubungan antara konsumsi nutrisi dan waktu tidur tetapi bukan durasi tidur. Ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar atlet rata-rata tidur tujuh hingga delapan jam setiap malam dan memenuhi asupan yang direkomendasikan untuk banyak vitamin. Namun, sekitar setengah dari atlet kekurangan vitamin A dan K serta protein, dan hampir semuanya gagal mengonsumsi vitamin D dan karbohidrat dalam jumlah yang disarankan.
Penggunaan teknologi yang dapat dikenakan telah menjadi sangat populer di kalangan atlet, dan penelitian kami menunjukkan bagaimana data yang dapat dikenakan dapat digunakan oleh para praktisi atau atlet itu sendiri agar lebih selaras dengan kesehatan mereka. Perangkat yang dapat dikenakan sangat bagus untuk menangkap respons tubuh terhadap pemicu stres fisiologis tanpa menambah lebih banyak stres.”
Lauren Rentz, penulis pertama studi, mahasiswa doktoral di West Virginia University
Para peneliti mengingatkan bahwa hasil mereka tidak boleh ditafsirkan sebagai sebab dan akibat, melainkan menunjukkan bagaimana berbagai aspek kesehatan dapat secara bersamaan berkontribusi pada kinerja dan potensi pemulihan. Selanjutnya, mereka berencana untuk mengevaluasi pola kesehatan yang serupa pada kelompok orang yang lebih besar dan memeriksa bagaimana pola ini dapat memengaruhi kesuksesan atlet.
Sumber:
Masyarakat Fisiologi Amerika (APS)